Rabu, 11 Februari 2009

Fenomena Dunia akademisi


Oleh: Agus Rahmansyah

Kampus adalah sebuah wadah pendidikan akademis yang akan menghasilkan generasi terdidik, baik secara lahiriah maupun batiniah. Dewasa ini peranan pendidikan dikampus terasa semakin menunjukan eksistensinya, seperti diberikannya pendidikan secara general menuju spesifik mulai dari pangetahuan agama, pendidikan anti korupsi, anti narkoba dan berbagai bentuk pendidikan yang tujuannya memanusiakan manusia seutuhnya. Sungguh merupakan model pendidikan yang cukup komplit yang diharapkan nantinya cita-cita memanusiakan manusia seutuhnya dapat tercapai.
Saat ini kampus sedang dihadapkan pada berbagai fenomena, yang bila tidak disikapi dengan baik akan bisa membawa peranan pendidikan kampus menuju ketahap kemunduran, bukan kemajuan seperti yang kita harapkan. Fenomena ini sebenarnya cukup jelas dimata namun kita tak pernah mencoba untuk memberikan kritikan demi kemajuannya dan kita kurang tergerak untuk berbuat demi kebaikan bersama. kita bisa melihat betapa minimnya fasilitas kampus kita, mulai dari ruang kelas, sarana belajar mengajar, perpustakaan dan sebagainya. Selain minimnya fasilitas, kita juga dihadapkan pada permasalahan minimnya tenaga pengajar (Dosen) yang berkompeten sesuai dengan konsentrasi studinya. Memang sulit untuk menemukan kesempurnaan akan tetapi kesempurnaan adalah cita-cita kita bersama. Hal yang terakhir ini mungkin sudah menjadi pertanyaan para mahasiswa yakni, pernahkah anda belajar dengan Pak Profesor atau DR (Doktor bukan Dokter)? Jawabannya mungkin pernah sekali, dua kali, ataupun tidak sama sekali.
Kenyataan hari ini, kita bisa melihat sebuah kesan tentang para petinggi akademis yang cenderung mengeksklusifkan diri. Mereka yang bergelar guru besar maupun doktor cenderung lebih memilih berdiam di pasca sarjana. Kita tidak tahu permasalahannya, apakah karena pasca sarjana lebih bergengsi, mahasiswanya lebih intelek atau ada faktor lain yang menyebabkan mereka lebih dominan di pasca sarjana. Kita menyadari posisi pasca sarjana diatas jenjang pendidikan strata satu, akan tetapi kita juga menginginkan lulusan sarjana yang berkualitas, sehingga cita-cita bersama untuk memanusiakan manusia seutuhnya dapat mendekati terwujud. Sunguh ironi sekali dikampus yang telah berdiri puluhan tahun ini seorang calon sarjana dosennya juga seorang sarjana, ditambah lagi mentalitas belajar mahasiswa yang kurang termotivasi semakin membuat keadaan menjadi lebih buruk. Bila itu yang terjadi, lantas apa bedanya kita dengan SLTA, dan terkadang mereka lebih baik dai kita.
Kita menginginkan sebuah generasi yang lebih baik dari masa kemasa, dan untuk itu semua bukan tanpa usaha untuk mencapainya. Sebagai anak bangsa yang dilahirkan dari bumi pertiwi ini tentunya butuh pendidikan yang dipandang memenuhi standar minimal, meski kita bukan orang yang bervisi minimalis. Tapi inilah realita kita, setiap hari kita selalu didengungkan bait-bait tentang peningkatan standar mutu pendidikan. Berbagai model ditawarkan, akan tetapi sudahkah semua itu diimbangi oleh fasilitas penunjang? Jawabannya hanya ada dalam benak kita masing-masing karena saya yakin anda orang yang objektif.
Fasilitas bukanlah segalanya dalam dunia pendidikan, baik tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Hal yang utama adalah semangat dan kerja keras kita, Akan tetapi apalah arti motivasi kita tanpa dibarengi oleh fasilitas pendukung. Dalam realitanya memang ada sebagaian kecil mahasiswa yang mampu menyikapi semua ini, sehingga mereka lebih cepat meroket dalam pencapaiannya dikampus. Akan tetapi apabila mereka didukung oleh fasilitas yang memadai, besar kemungkinan mereka akan memiliki banyak kesempatan yang lebih dari yang telah dicapai. Secara sederhananya kita bisa mengatakan bahwa dengan fasilitas yang minim saja mereka bisa berbuat untuk menjadi lebih baik, lalu bagaimanakah bila mereka mendapat fasilitas yang lebih baik sedikit, sungguh luar biasa bisa kita bayangkan hasilnya, bukan jaminan tapi begitulah matematikanya.
Kenyataan dihari ini tidak seperti apa yang kita harapkan. Berharap mengenyam pendidikan dengan fasilitas pendukung dan perpustakaan yang lengkap ternyata meski kita tunda atau lupakan dulu. Untuk itu, kita harus menyikapi keadaan ini dengan penuh strategi yang tepat, sesuai dengan pola masing-masing individu, karena terkadang sebuah metode belajar tidak bisa diterpakan kesemua orang. Kita harus selalu mobile untuk mencari informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber. Kita tidak boleh hanya bergantung hanya pada fasilitas kampus yang memang sesungguhnya tidak bisa diandalkan ditengah kemajuan teknologi informasi saat ini. Apapun boleh kita lakukan untuk mendapatkan ilmu untuk kedepan yang lebih baik, baik itu dilingkungan kampus maupun diluar kampus, selagi dalam koridor kebenaran.
Mari bersama kita bangun diri kita dengan ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat. Kritik itu boleh, selagi dalam koridor tata krama yang sopan. Tidak selamanya kritik itu menjatukan. Karena dalam kenyataanya terkadang kritik itu perlu untuk membangun sebuah haluan baru, karena bahasa halus dan pujian cenderung membuat kita terbuai dalam kehampaan. “if there is a will, there is a way” , yakinlah bahwa anda mampu melakukan apa yang terbaik bagi diri anda.


Tidak ada komentar:

indonesiaindonesia.com