Kamis, 12 Maret 2009

Otonomi daerah, kekuasaan dan primordialisme



By agus rahmansyah

Gema pembangunan terdengar diberbagai kota dan desa dinegeri ini, dari tingkat pusat maupun daerah. Berbagai program pembangunan digalakkan dan disosialisasikan. Sungguh kemajuan yang luar biasa bila hal ini dilakukan dengan baik. Akan tetapi pengawasan yang keras perlu dilakukan, karena negeri ini sepertinya masih sulit mencari orang yang benar-benar memegang amanah dengan baik. Oleh karena itu bila pengawasan yang dilakukan pemerintah pusat maupun pihak yang berwenang maka tujuan pembangunan tidak akan terlaksana dengan maksimal.
Otonomi daerah telah dipilih oleh elite politik dan rakyat negeri ini sebagai cara terbaik untuk melakukan percepatan proses pembangungan dinegeri ini. Berbagai aturan dan perundang-undangan disusun untuk meksukseskan pelaksanaan otonomi daerah. Berbagai aturan tersebut disusun dengan harapan bahwa otonomi daerah bisa menjadi solusi terbaik dan bukan semata sebagai bentuk luapan kekecewaan daerah terhadap pusat yang kurang adil terhadap daerah.
Dengan otonomi daerah, pemerintah didaerah akan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah diberi kebebasan untuk mengambil kebijakan guna kemajuan daerah, dan terkadang terlihat memaksakan anggaran daerah. Hal ini karena pendapatan daerah yang didapat belum sesuai dengan pemasukan yang ada. Hal yang ironis tentu akan terjadi didaerah yang minim akan hasil bumi, hal tersebut akan membuat daerah tersebut kesulitan untuk menggenjot pendapatan daerahnya. Akan tetapi justru sebaliknya bagi daerah yang kaya akan hasil bumi, justru akan lebih diuntungkan. Untuk itu perlu adanya komunikasi aktif baik antar pemerintah daerah maupun pusat guna menanggulangi berbagai akibat dari otonomi daerah.
Otonomi daerah ini hendaknya kita jadikan sebagai cara efektif pembangunan daerah, bukan sebagai ajang perebutan kekuasaan. Wacana yang berkembang saat ini adalah tingginya semangat primordial daerah yang berlebihan, dalam artian elite yang ada didaerah cenderung membanggakan daerah masing-masing. Mereka lebih senang menonjolkan daerah masing-masing. Berbagai isu kesukuan, putera daerah dan yang berbau ras secara tidak langsung dimunculkan. Bebagai isu tersebut tentu tidak terlepas dari peran segelintir orang yang ingin mempertahankan kekuasaan. Semua itu pada akhirnya rakyat kecil juga yang akan menjadi korban.
Berbagai tuntutan pemekaran daerah saat ini cenderung hanya merupakan ulah para elit politik demi memperoleh kekuasaan, tanpa memikirkan dampak dan berbagai permasalah yang akan dihadapi. Hal terpenting saat ini adalah masalah pelayanan publik dan ketersediaan infrastruktur yang merata disetiap daerah, karena hal itu yang sebenarnya dibutuhkan rakyat. Bila hal tersebut sudah bisa dilaksanakan maka pemekaran daerah tidak perlu dilakukan, karena dengan dilakukannya pemekaran daerah tidak akan menutup kemungkinan timbulnya permasalahan beru didaerah, sepertinya masalah kepegawaian yang meliputi gaji pegawai dan anggaran pembangunan daerah. Bila semangat otonomi daerah hanya dimanfaatkan oleh para elite didaerah untuk kepentingan kekuasaan semata, maka yang akan menjadi korban kembali adalah rakyat yang hidup ditengah kemiskinan, bukan para elit politik dan kapitalis yang mengejar kekuasaan semata.
Sebagai warga negara Indonesia yang bijak, hendaknya kita menyikapi semangat otonomi daerah ini sebagai upaya pemerataaan pembangunan dan peningkatan pelayanan publik. Kita harus harus lebih arif dalam menyikapi isu-isu pemekaran daerah dari adanya peran kepentingan para elit daerah yang bermain didalamnya. Terutama kepada para generasi muda, hendaknya kita lebih bersikap kritis, bukan berarti harus mengkritik setiap kebijakan akan tetapi lebih kepada sikap peduli dan tidak mudah termanfaatkan dalam menanggapi berbagai isu tersebut. Sehingga tujuan bersama dari otonomi daerah dapat terlaksana dengan optimal.

Tidak ada komentar:

indonesiaindonesia.com