Senin, 12 November 2007

my working paper//filsuf

Oleh: Agus rahmansyah*

1.Biografi

Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibn Abd al-Malik ibn Muhammad ibn Thufail al-Qaisy.di Barat ia dikenal dengan Abubacer.beliau lahir di Guadix, 40 mil di timur laut Granada pada 506 H (1110 M) dan meninggal di kota Marraqesh, Maroko pada 581 H (1185 M).beliau merupakan keturunan keterunan suku arab terkemuka,yaitu suku Qais.Ibn Thufail adalah seorang dokter,filosof,ahli matematika dan penyair terkenal dari Muwahhid Spanyol.beliau memulai karirnya sebagai dokter praktek di Granada dan lewat ketenarannya dalam jabatan itu ia diangkat menjadi sekretaris gubernur di propinsi itu[1].

Dalam bidang filsafat, Ibn Thufail denagn gigih menserasikan sains yunani dengan hikmah timur,atau antara lain filsafat dengan agama.wujud konkrit perpaduan ini tergambar dalam karyanya “Hayy Ibn Yaqzhan(hidup anak sisadar),roman filsafat ini sarat makna dan kritis.beliau mempunyai kedudukan penting dalam perkembangan di dunia islam barat, karena posisinya sebagi penjelas dan pelanjut Ibn Bajjah dan penambah jalan untuk ibn Rusyd.Ibn Bajjah mendekatkan filsafat Yunani dari timur,sedangkan Ibn Rusyd mengantarkannya ke barat setelah di beri muatan keislaman.

2.karya-karyanya

Beberapa buku biografi menyebutkan bahwa ia sempat menulis sejumlah buku dalam beberapa bidang filsafat fisika,kejiwaan dan kedokteran.tetapi karangan itu hanya satu yang sampai kepada kita,yaitu Hayy Ibn Yaqzhan.yang merupakan inti sari pemikiran-pemikiran beliau,dan telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa.nama lengkap buku itu adalah Risalah Hayy Ibn Yaqzhan fi Asrar al-Hikmah al-Masyriqiyyah.

Tetapi menurut Ibn Khathib ada dua buku tentang kedokteran yang dapat dikatakan merupakan karya beliau,yakni yang ditulis oleh dua orang muridnya,yang dipersembahkan kepada beliau,yaitu karya Al-Bithuji berjudul kitab al-Haiah,dan karya Ibn Rusyd berjudul fi al-Buqa’almaskurnan wa al-Ghair al-Maskunah.

3.filsafatnya

Inti pemikiran Ibn Thufail termuat dalam karyanya Hay Ibn zaqzhan.dalam mukadimahnya beliau menjelaskan tujuan penulisdan buku ini untuk menyaksikan kebenaran(al-Haqq) menurut cara yang ditempuh oleh para Ahl al-Zauq dan Musyahadan (para ahli tasawf),yang telah mencapai tingkat kewalian.ini tidak mungkin dapat dijelaskan hakikatnya dalam buku,tetapi hanya bisa dikemukakan denagn lambang. Beliau menyajikan hakikat Hay Ibn Yaqzhan untuk membangkitkan minatatau sebagai anjuran agar manusia bersedia menempuh jalan itu[2].

Roman tesebut mengisahkan dua jenis kehidupan manusia di pulau-pulau pertama berisi kehidupan individu manusia,sedangkan pulau kedua berisi kehidupan masyarakat manusia. Dua jenis kehidupan itu dicoba dipertemukan,namun tidak berhasil,hanya sebatas saling mengerti.

Ada dua versi,tentang kelahiran Hayy Ibn Yaqzhan. Versi pertama:Ia dilahirkan oleh seorang saudari raja yang dikawini Yaqzhan secara rahasia.karena ibu Hayy takut pekawinannya diketahui raja,maka setelah Hayy lahir dimasukkan kedalam peti dan di hanyutkan kelaut,kemudian ia terdampar disuatu pulau yang tidak dihuni manusia di kepulauan Hindia yang dilewati khatulistiwa,yaitu pulau Waq-waq. Versi kedua: hayy adalah “anak alam”.suatu kisah menyebutkan hayy di buahkan dari suatu pepohonan yang tidak dijelaskan jenisnya. Kisah lain menyebutkan hayy berasal dari tanah yang memerah dari perut bumi,kemudian diproses menjadi seorang bayi. Dalam keadaan bayi hayy dipelihara oleh seekor kijang betina(al-dhabyu) yang kematian anaknya,sampai hayy dapat mengenal lingkungan sekitarnya. Ia dikaruniai Allah kecerdasan yang luar biasa.

Untuk lebih rincinya ada tujuh fase kehidupan yang dilalui oleh Hayy,yaitu

Fase pertama: Hayy dipelihara seekor kijang, hingga ia dapat belajar tindak-tanduk dan bahasa hewan sekelilingnya.

Fase kedua: kijang yang memeliharanya mati. Hayy berusaha untuk mengetahui penyebab kematian kijang ini dan kematian binatang-binatamg lainnya. Hasil penyelidikannya ia menemukan adanya jiwa(roh) yang merupakan daya sentral dan bersifat Immateri.

Fase ketiga: Hayy mulai mengetahui api,kegunaan dan sumbernya.

Fase keempat: hayy mulai mengetahui kesatuan dan kenberagaman pada jasad dan jiwa yang telah diamatinya.

Fase kelima: Hayy melihat keatas dan memperhatikan benda-benda langit,dari pengamatannya itu ia mengetahuai astronomi.

Fase keenam: Hayy menegaskan bahwa perbedaan perjalanan antara jasad yang materi denan jiwa yang immateri.di samping menemukan kepastian adanya penggerak yang disebut wajib al-wujud.jiwa yang immateri itulah yang dapat mengetahui wajib al-wujud,dan selalu tunduk kepada-Nya,dengan begitu jiwa itu akan abadi.

Fase ketujuh: Hayy berkesimpulan bahwa tuhan itu pasti baik dan bijaksana,sempurna,penuh rahmat,dan menjadi tujuan setiap manusia.karena itu puncak kebahagiaan menurutnya hanya dapat dicapai bila seseorang jiwanya selalu berhubungan denagn tuhan tanpa henti.selalu merenungkan dan memikirkannya serta melepaskan diri dari dunia materi. Dengan perenungan yang demikian seseoang akan sampai kepada objek pengetahuan yang paling tinggi,yakni wajib al-wujud tadi, dan itulah puncak yang senantiasa didambakan setiap manusia.

Pada usia 50 tahun, ketujuh tahapan itu dapat dilaluinya sehingga Hayy sampai kepuncak tafrid, yakni kondisi jiwa yang tenang dan tak bisa diungkapkan dengan kat-kata,tepatnya ia telah fana bi al-Allah.

Sebenarnya orisinalitas risalah Hayy ibn yaqzhan sebagai karya monumental tidak sunyi dari kritikan, karena risalah yang sama pernah ditulis oleh Ibn Sina. Namun demikian, jika diteliti dengan seksama setidaknya Ibn thufail telah meramu dengan cekatan berbagai risalah yang ada pada waktu itu menjadi suatu kesatuan yang utuh dan baik, sekaligus memberikan muatan-muatan kefilsafatan yang menggambarkan pandangannya atau mazhabnya secara sempurna.

Tentang asal Hayy diketengahkan dua kemungkinan, yaitu sebagai anak alam tanpa ibu bapak, dan anak terbuang hasil perkawinan antara seorang puteri jelita keluarga raja dengan seorang pemuda tampan. Karena tidak sekufu (sederajat), maka kelahiran hayy dirahasiakan dengan jalan menghanyutkannya ke laut.tampaknya keda jenis kejadian serupa itu telah ada dalam cerita-cerita sebelumnya. Ibn Thufail mencoba menggabungkan kedua versi itu untuk memberikan corak keaslian Hayy sebagai manusia bebas dari pengaruh manusia lainnya, sehingga tergambar bahwa Hayy betul-betul dari awal sebagai anak alam.barangkali naluri keilmuan kedokterannya mengajak untuk memunculkan Hayy dari sebab yang jelas.

Sedangkan filsafat yang dapat ditarik dari risalah tersebut adalah :

a.Filsafat dan Agama

menurut Ibn Thufail filsafat dan agama adalah selaras, bahkan merupakan gambaran dari hakikat yang satu.yang dimaksudkan agama disini adalah batin dan syari’at, sebagaimana figur asal yang ditampilakan dalam cerita tersebut. Ibn Thufail juga menyadari adanya perbedaan tingkat akal antara sesama manusia.kesadaran itu tergambar dari tokoh-tokoh dalam roman filsafat tersebut.karena itu ia menganggap tidak semua orang dapa sampai kepada wajib al-wujud dengan jalan berfilsafat seperti yang ditempuh Hayy.

Lewat karya ini juga, Ibn Thufail berhasil memaparkan bahwa akal “khusus” setelah melalui tahapan perkembangan akan dapat mengetahui obyek kebenaran tertinggi,Allah.sama dengan yang digambarkan wahyu.namun demikian, wahyu tetap dibutuhkan,selain untuk memberikan bimbingan kepada akal yang tidak mampu mencapai tingkat khusus tadi, juga sebagai petunjuk pelaksanan ibadah yang tidak dapat dicapai oleh urusan akal khusus sekalipun[3].

b.Metafisika

tentang zat dan sifat Allah, Ibn Thufail cenderung mengikuti pendapat muk’tazilah. Allah adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui terhadap perbuatan-Nya, serta Maha Bebas dalam segala kehendak-Nya. Allah adalah pemberi wujud kepada semua makhluk.tetapi ia tidak mungkin dirasai dan dikhayalkan,karena khayalan hanya mungkin mengenai hal-hal inderawi.

Ibn Thufail juga memahami Allah dengan memadukan pemikiran plato,Aristoteles,neo-Platonisme,dan tasawuf. Katanya kaena Allah itu wujud semata, wajib wujud dengan zat-Nya,maka yang ada hanyalah Dia. Dialah Yang Maha Sempurna, Maha Indah lagi Baik,Ilmu dan Kudrah,dan semu kesempurnaan dan keindahan berasal dan melimpah dari-Nya. Ibn Thufail juga membagi sifat Allah kepada dua macam, yaitu:

1.Sifat yang menetapkan wujud zat Allah, seperti ilmu kudrah dan hikmah. Sifat-sifat ini adalah zat-Nya sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah banyak yang qadim pada Allah sebagaimana keyakianan Asy-ariah yang dipahami oleh Mu’tazilah.

2.Sifat-sifat yang menafikkan hal kebendaan dari zat Allah, sehingga Allah Maha Suci dari kaitan dengan kebendaan[4].

c.Epistimologi

tampaknya Ibn Thufail menunjukkkan dua jalan untuk sampai kepada obyek pengtahuan Yang Maha Tinggi atau Tuhan. Jalan pertama ialah melalaui Wahyu, dan jalan kedua adalah filsafat, semisal yang dilakukan oleh Hayy.

Dari simpulan cerita dapat digambarkan bahwa ma’rifah melalui akal ditempuh dengan jalan keterbukaan, mengamati,meneliti,mencari,mencoba,membandingkan,klasifikasi,generalisai dan menyimpulkan. Jadi ma’rifah merupakan sesuau yang dilatih mualai dari yanfg konkrit berlanjut kepada yang abstrak. Dari yang khusus menuju yang global, seterusnya dilanjutkan dengan perenungan yang terus menerus.

Ma’rifah melalui Agama terjaedi lewat pemahaman wahyu dan menghayati segi batinnya dengan dzauq. Hasilnya hanya bisa dirasakan, sulit untuk dikatakan. Lebih jauh, tidak heran kalu muncul syathahat dari mulut seseorang sufi. Jadi proses yang dilalui oleh ma’rifat semacam ini tidak mengikuti dedukasi atau induksi,tetapi bersifat intuitif lewat cahaya suci[5].

d.Jiwa

konsepsi Ibn Thufail tentang jiwa sjalan dengan yang dikemukakan oleh Al-farabi, yakni ada tiga kategori jiwa.pertama: jiwa fadhilah,yakni yang kekal dalam kebahagian karena mengenal tuhan dan terus mengarahkan perhatian dan renungan kepada-Nya,kelak jiwa fadhilah ini akan ditempatkan di sorga. Kedua:jiwa fasiqah,yakni jiwa yang kekal dalam kesengsaraan dan tempatnya di neraka. Karena pada mulanya jiwa ini telah mengenal Allah, tetapi kemudian melupakan-Nya dengan melakukan berbagai maksiat. Ketiga: jiwa jahiliyyah, yakni jiwa yang musnah karena tidak mengenal Allah sama sekali, jiwa jenis ini sama halnya denagn hewan yang melata.

Ibn Thufail menawarkan tiga jenis amaliah yang harus diterapkan dalam hidup, yakni :

1. Amaliah yang menyerupai hewan. maksudnya adalah memelihara tubuh dan memenuhi kebutuhan pokok, namun harus dibatasi seminimal mungkin.

2. Amaliah yang menyerupai benda angkasa. Yakni melakukan hubungan baik dengan dibawahnya,dengan dirinya, dan dengan Tuhannya.

3. Amaliah yang menyerupai al-wajib al-wujud. Amaliah ketiga ini akan mampu mengantar kepada kebahagian abadi sebagai sasaran akhir dari prinsip moral. Lebih jauh, Ibn Thufail mengajarkan agar jiwa berhubungan (ittishal) atau musyahadah secara terus menerus sejak dari kehidupan di dunia sampai kehidupan abadi. Upaya kearah itu bisa dengan renungan kontemplatif dan fana-mistika. Manusia dapat berhubungan dan menyaksikan Tuhannya tidak saja dengan akalnya tapi juga dengan rohaninya.

C.SARAN DAN HARAPAN

Saran kami sebagai penyusun makalah kepada rekan-rekan Mahasiswa semua agar sungguh-sunguh dalam mempelajari ilmu filsafat islam ini, karena berfilsafat itu sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu dengan berfilsafat kita akan merasakan hidup ini lebih bermakna. Harapan kami agar makalah ini dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai dunia kefilsafatan islam, khususnya menurut pandangan Ibn Thufail. Akhir kata Wassalamualaikum w.r w.b

DAFTAR PUSTAKA

Ø M.M.Syarif,M.A, Para Filosof Muslim, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998)

Ø Foto copy Buku filsafat Islam, tanpa tahun dan pengarang



* Mahasiswa Bahasa & Sastera Inggris, semester II/A,IAIN STS JAMBI T.A. 2006/2007

[1] M.M.Syarif, M.A, Para Filosof Muslim, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998), Hal.174

[2] Buku Filsafat Islam, Hal.103

[3] Ibid, Hal.109

[4] Ibid, Hal.111

[5] Ibid, Hal.112

Tidak ada komentar:

indonesiaindonesia.com