Jumat, 23 Januari 2009

Jangan Bilang Kau tak Bisa Menggapainya

Oleh: Agus Rahmansyah*

Setiap pagi seperti biasa Ratih membantu ibunya membawakan barang dagangan kepasar sebelum dia pergi sekolah. Berat sebenarnya dijalani oleh Ratih, akan tetapi itulah sebuah realita kehidupan yang terkadang terjadi di luar batas perkiraan kita, Seperti halnya yang terjadi pada Ratih saat ini. Dia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, saat ini dia sedang duduk di kelas Tiga SMAN 1 Rantau Rasau. Sebentar lagi dia akan mengikuti ujian akhir nasional. Adik lena pun akan mengalami hal yang sama, yang nomor dua saat ini duduk dikelas satu SMP dan yang terakhir saat ini sedang duduk di kelas empat SD. sungguh merupakan sebuah beban berat yang harus ditanggung oleh kedua orang tuanya, dan itulah sebuah perjuangan orang tua kita yang tak pernah letih demi masa depan anak-anaknya.

Ratih merupakan sosok anak yang rajin, meski memiliki banyak aktivitas dia memiliki prestasi belajar yang baik. Dia sering diutus untuk mengikuti lomba cerdas cermat baik ditingkat kecamatan maupun tingkat kabupaten, para gurunya pun banyak yang tersanjung dengan sikapnya. Meski tergolong anak yang berprestasi, ia tak pernah malu mengantarkan ibunya berjualan dipasar atau bahkan tak jarang dia ikut membantu ibunya berjualan. Benar-benar sebuah pengabdian yang mulya dari seorang anak meski semua itu belum cukup untuk membalas cucuran keringat dan air mata kedua orang tua kita.

Tidak seperti biasa, hari ini Ratih berangkat sekolah pagi-pagi sekali karena hari ini merupakan hari pertama ia mengikuti Ujian Nasional atau yang biasa kita sebut dengan istilah UN (bukan United Nation). Dengan semangat yang menggebu ia berjalan kaki menuju kesekolah yang jaraknya memang tak jauh dari rumahnya, hanya sekitar 700 meter. Ia memilih untuk tidak naik angkot karena uangnya bisa ditabung untuk tambahan Biaya Pendaftaran mengikuti UMPTN tahun ini. Ia tak pernah menyerah karena keadaan, untuk itu ia sedikit berbeda dari teman-teman sebayanya yang lebih suka berpoya-poya dengan uang hasil pemberian orang tuanya. Ia tak suka membeli pernak-pernik ataupun assesoris wanita yang biasanya banyak dijual dipasar karena ia sadar bahwa itu semua hanyalah kesenangan yang sesaat.

Tidak terasa waktu pun berjalan begitu cepat, ia telah selesai mengerjakan soal-soal ujiannya untuk hari ini, jadi hanya tingal satu hari lagi. Setelah itu ratih langsung pulang kerumah, ia memilih untuk tidak duduk-duduk terlebih dahulu atau bercerita dengan teman-temannya. Ia harus langsung cepat pulang kerumah karena setelah makan siang ia harus membantu ibunya kesawah untuk memanen sayur untuk dijual ibunya besok dipasar. Sesampai dirumah terlebih dulu ia shalat dan kemudian ia makan siang.

Haripun berlalu begitu cepat tanpa terasa pengumuman hasil UAN pun sudah tiba dan Ratih lulus dengan hasil yang membanggakan. Setelah memilat hasil kelulusan ujian ia langsung pulang kerumah. Ia menolak diajak teman-temannya untuk coret-coretan baju atau konvoi-konvoi merayakan kelulusan, karena semua itu baginya hanya akan membuang-buang waktu saja.

Ratih...seru ibunya yang baru saja mengambil kayu bakar dibelakang rumah. “Alhamdulillah Mak aku lulus seru Ratih smbil memeluk ibunya.

“waduh ibu bangga sekali sama kamu nak”

“oh ya nak nanti malam bapak dan ibu mau ngomong sama kamu”

“ tentang apa Bu, tentang kulia Ratih nanti ya”

” pokoknya nanti malam dijelasin semua”

“ sekarang kamu makan dulu ya dulu”, “ya Bu”.

Sambil menghabiskan makan siangnya ratih pun terus berpikir apa yang akan dibicarakan oleh orang tuanya dan ia mempunyai firasat bahwa yang akan dibacarakan mengenai kemana ia setelah tamat SMA ini, dan kemungkinannya orang tuanya tidak akan mengizinkan dia untuk kulia karena faktor ekonomi.

Maghrib pun telah berlalu. Dirumah itu sudah ada Ayah, Ibu dan Kedua adik Ratih. “Ratih” ya pak,

“sebenarnya bapak berat untuk mengatakannya tapi harus bagaimana lagi, kita harus menerima keadaan ini, untuk tahun ini bapak tidak bisa mengkuliahkan kamu dan bapak berharap kamu sabar menerimanya, bapak bisa saja memaksakan diri mengkuliahkan kamu, tapi kamu masih punya dua orang adik dan tidak mungkin mereka putus sekolah hanya karena bapak mengkuliahkan kamu”.

“Yang sabar ya nak” tambah Ibunya

“iya pak bu, Ratih ikhlas kok bu”, sambil menahan tetesan air matanya ratihpun hanya bisa diam membisu menerima keadaan itu. Inikah realita negeri ini, yang sudah puluhan tahun merdeka dan kaya sumberdaya alam ini tapi masih banyak putra-putri negerinya yang putus sekolah hanya karena faktor ekonomi.

Ratih pun duduk menung dikamarnya sambil memikirkan kemana ia setelah tamat SMA ini, tetapi tiba-tiba hati ratih tersentak seperti mengingat sesuatu. Ia teringat dengan Adi kakak tingkatnya dulu. Ia bisa melanjutkan kuliah tanpa mengeluarkan biaya banyak seperti kebanyakan orang-orang karena ia memperoleh beasiswa ikatan dinas dari pemerintah daerah. Ratih pun terinspirasi oleh hal itu. Wajahnya yang tadi murung berubah menjadi cerah. Ia kemudian mengambil air wudhu dan shalat, ia pun tak lupa berdoa agar diberi kemudahan mengatasi semua ini, serta diberi kesabaran dalam menghadapinya.

Keesokan harinya, Ratih pergi ketempat Pak Marto, beliau merupakan pegawai kantor bupati dan kata orang beliau orangnya ramah dan baik hati. Berbekal kepercayaan diri ia pun memberanikan diri kerumah pak marto, hari ini hari sabtu jadi beliau pasti dirumah gumam si ratih. Ia pun akhirnya bertemu juga dengan Pak Marto dan Ia telah memperoleh informasi beasiswa itu.

Sesampai dirumah ia langsung menemui ibu dan bapaknya dan mengatakan bahwa ia akan mengikuti tes beasiswa ikatan dinas di kabupaten.

“Pak Bu saya mau ikut tes beasiswa ikatan dinas dari Pemda, jadi mohon doa restunya ya Pak Bu”

“tapi biayanya bagaimana nak”

“kalo lulus, Insyaallah ditanggung oleh pemerintah”

“tapi untuk pendaftarannya bagaimana nak”

“Alhamdullilah aq ada tabungan sedikit Pak Bu”

“ya uda kalo gitu kami hanya bisa mendoakamu nak karena kami ingin sekali melihat kamu bisa kuliah agar bisa mengangkat derajat kita”

“terima kasih pak bu atas doa restunya”

Setelah itu, Berbagai proses seleksi pun dilalui oleh ratih akan tetapi berkat ketekunan dan kecerdasannya, ia pun akhirnya bisa melanjutkan kuliah diperguruan tinggi negeri di pulau jawa dan semua biayanya ditanggung oleh pihak Kabupaten.



* Mahasiswa Bsi /VA, fak. Adab.IAIN STS JAMBI, Disampaikan pada diskusi di Sekolah Penulisan PSH

Tidak ada komentar:

indonesiaindonesia.com